Usaha Kim Il Sung mencapai unifikasi Korea dalam naungan sosialisme

Riwayat sebuah negara komunis yang berada di separoh wilayah (bagian Utara) Semenanjung Korea berawal pada tahun 1945, yakni manakala Tentara Soviet masuk ke wilayah tersebut setelah Jepang menarik diri. Ikut masuk bersama Tentara Merah tersebutlah seorang bangsa Korea bernama Kim Il Sung. Ia menganut ideologi komunis dan kelak ditunjuk oleh pihak Soviet untuk menjadi pemimpin wilayah tersebut (Lee, 2001: 1).

Pada waktu itu Kim Il Sung baru berusia 33 tahun. Oleh Soviet, Kim diperkenalkan kepada publik pada sebuah pertemuan massal di Pyongyang pada bulan Desember 1945. Latar belakangnya antara lain ikut berperang gerilia di Manchuria, memihak Cina, melawan Jepang (Suh, 1988; Scalapino  & Lee, 1972). Kim muda memiliki pengalaman bidang kemiiteran dan pandangannya tentang dunia dibentuk di dalam disiplin militer. Sebagai konsolidasi pelaksanaan kekuasaanya, Kim mendesak bahwa wilayah Utara semenanjung Korea harus menganut ideologi komunisme. Merasa yakin akan kemampuannya, ia memimpin para pengikutnya untuk menjalankan ideologi sosialis seluruh Korea dengan menggunakan strategi militan, sesuai dengan nilai-nilai perjuangan gerilia dan pandangan dunianya, didukung oleh kebijakan dari pihak Kremlin, Soviet.

Sasaran yang hendak dicapai oleh komunisme ialah menyebarkan ideologi tersebut ke bagian Selatan. Di dalam sebuah pidato di hadapan para aktivis partai pada tanggal 29 Agustus 1946, yang merupakan kongres pertama Partai Komunis di Korea dan cikal bakal dari Partai Buruh Korea Utara, Kim mendeklarasikan "Marxisme-Leninisme merupakan teori yang paling ilmiah dan paling revolusioner yang mewarnai jalan perjuangan bagi rakyat pada setiap tahap pembangunan sosial." (Foreign Language Publishing House, 1971: 95). Di dalam pidato tersebut ia juga mengatakan, "Masyarakat di bagian Selatan Korea telah berada di bawah kekuasaan barbar imperialisme Jepang selama bertahun-tahun.... Sehingga, rakyat Korea harus berjuang lebih keras untuk mengusir bahaya yang muncul di Korea bagian Selatan serta memenangkan kemerdekaan dan kedaulatan sepenuhnya." (Kim, 1946: 95). Dengan mencapai kemerdekaan dan kedaulatan sepenuhnya, Kim bermaksud untuk mengusir tentara Amerika Serikat dari Korea Selatan dan mewujudkan sebuah unifikasi yang hegemonik, sebuah nilai yang hingga kini masih dipegang oleh para penerus Kim Il Sung.

Tujuan mencapai unifikasi sosialis diwujudkan dengan membentuk kekuasaan pemerintahan di Korea Utara. Pemerintahan di bawah Kim Il Sung terbentuk pada bulan Februari 1946 dalam bentuk Komite Rakyat Sementara untuk Korea Utara (Provisional People's Committe for North Korea), di mana ketuanya adalah Kim Il Sung sendiri. Satu bulan kemudian, komite ini mengeluarkan Undang-undang Reformasi Agraria. Guna mengantisipasi keadaan, pemerintah memutuskan untuk mengambil kembali hak atas kepemilikan pribadi jika keluarga yang semula mendapatkan hak tersebut tidak mampu mengolah tanahnya dengan baik. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mempertahankan nilai kolektivis. Pada bulan Mei 1950, UU Reformasi Agraria tersebut ditegaskan kembali oleh pihak Utara dalam upaya mewujudkan unifikasi: "Reformasi agraria adalah bentuk emansipasi dari para petani penyewa lahan untuk keluar dari lingkaran eksploitasi feudal dan kepatuhan terhadap para pemilik tanah, sehingga keadaan mereka akan menjadi lebih baik baik secara materiil maupun kultural." (Kim, 1946: 37). Reformasi agraria membantu meningkatkan produksi pertanian di wilayah Utara. Produksi sereal yang semula berjumlah 1,9 juta ton pada tahun 1946 naik menjadi 2,7 juta ton pada tahun 1949. Dalam periode yang sama, jumlah tanaman pangan dan hewan ternak juga bertambah, masing-masing hingga 200 persen dan 65 persen (Korean Central Yearbook, 1958: 196, 200). Kenaikan signifikan dalam bidang peternakan dan tanaman pangan dibantu pula oleh kondisi-kondisi yang semakin stabil setelah berbagai hambatan pada masa-masa setelah perang. Akan tetapi, sebagian besar pertumbuhan dalam produksi sereal berasal dari perluasan lahan olahan di tanah-tanah kering. Pemerintahan Kim Il Sung juga mencanangkan gerakan bantuan beras pada tanggal 10 Desember 1946. 

Tujuan mencapai unifikasi di bawah bendera komunis dilaksanakan pula dalam industri berat, yang antara lain untuk membangun mesin-mesin perang modern. Pyongyang memutuskan untuk nasionalisasi industri-industri dengan cara komunis. Keputusan ini kelak akan menimbulkan kontra-aksi bagi pengaruh propaganda-propaganda subersif UU Reformasi Agraria terhadap masyarakat Korea di bagian Selatan. Namun, Kim Il Sung dengan tangan terbuka menyetujui dan mendukung UU tersebut ditetapkan oleh Komite Sementara. 

Perencaaan ekonomi terpusat sosialis, yang dicanangkan pertama kali pada awal tahun 1947, memuat sebuah rencana industri pada tahun tersebut. Tujuannya ialah untuk memobilisasi industri berat. Bidang industri yang menjadi fokus adalah pembangkit listrik, batubara, logam besi, bahan bangunan, kimia, dan industri ringan (tekstil, sepatu, kertas).(Choson Chungang Tongshinsa, 1949; McCune, 1950: 217). 

Pada bulan Januari 1948, Komite Rakyat mengumumkan sebuah sistem berkelas untuk pengadaan sereal (800 gram/hari untuk pekerja tambang; 600-700 gram/hari untuk pekerja industri lain; dsb.) (Rudolph, 39). Sistem ini sekaligus dipergunakan untuk antisipasi jika terjadi perang (yang dalam kenyataannya terjadi, Perang Korea) dan ternyata masih berlaku hingga kini. Pada tahun 1948 ini juga, tepatnya tanggal 9 September, wilayah Utara semenanjung tersebut resmi menjadi Republik Rakyat Demokratik Korea. 

Referensi:

  • Choson Chungang Tongshinsa. 1949. Choson Chungang Nyongam (Korean Central Book). hal. 69-72.
  • Kim, Il Sung. "On the results of the inaugural congress of the Worker's Party of North Korea", pidato pada rapat di hadapan aktivis organisasi partai di Provinsi Pyongan Selatan, 9 September 1946, dalam Selected Works, vol. 1. Pyongyang Languages Publishing House, 1971), hal. 95.
  • _____. 1958. Korea Central Yearbook. hal. 196, 200. 
  • Lee, Hy Sang. 2001. North Korea: A Strange Socialist Fortress. Praeger. hal. 1.
  • McCune, George. 1997. Korea Today. Harvard University Press. hal. 217.
  • Scalapino, Robert A.; Lee, Chong Sik. 1972. Communism in Korea. University of California Press. hal. 202-230.
  • Suh, Dae Sok. 1988. Kim Il Sung: The North Korean Leader. Columbia University Press. hal. 1-54.


Popular posts from this blog

Alvar Aalto

Claudio Abbado

Komandan Unterseeboot yang selamat setelah perang berakhir (Vol. 1)